Terlihat dan terbukti banyak sekali disepanjang Jalan Desa Kemiren, baik sisi kiri dan kanan tampak berderet kasur dijemur didepan rumah mereka. Bagi yang belum pernah menemuinya pasti akan bertanya-tanya. Terlebih warna di tiap kasur sama. Warna di bagian samping kasur merah, sedangkan di bagian atas dan bawah warna hitam.
Deretan kasur khas suku Using bukan tanpa disengaja. Di desa yang ditetapkan pemerintah setempat sebagai desa wisata adat Using ini sedang memiliki gawe adat. Yakni bersih desa yang prosesinya dimulai menjemur kasur secara massal.
Tradisi berusia ratusan tahun ini dilakukan tiap menjelang malam Senin atau malam Jumat, minggu pertama di penanggalan Hijriah, Dzulhijjah. Dengan kata lain, hanya digelar setahun sekali.
Tradisi ini dilakukan setahun sekali di minggu awal bulan Dzulhijjah. Kasur yang dijemur itu bagian dari acara adat bersih desa, sambut salah satu tokoh adat setempat.
Kasur dijemur sejak matahari terbit dan dikembalikan ke tempat semula saat hari mulai sore. Sejak kemunculannya, tradisi ini tak pernah ditinggalkan oleh warga Desa Kemiren. Hal itu dilakukan untuk menghargai warisan leluhur mereka yang mengajarkan nilai-nilai hidup rukun dan damai.
Warga Osing beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur, sehingga mereka menjemur kasur di halaman rumah masing-masing, agar terhindar dari segala jenis penyakit.
Setelah ritual menjemur kasur secara massal, dilanjudkan menggelar ritual selamatan "Tumpeng Sewu"
Berdasarkan keterangan dari sesepuh adat Desa Kemiren, dikatakan ritual tumpeng sewu merupakan ritual turun temurun suku Osing di Desa Kemiren sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa selama satu tahun.
"Tradisi tumpeng sewu juga dipercaya dapat menjauhkan warga desa dari malapetaka dan ritual itu sekaligus untuk menghormati datangnya bulan haji atau Dzulhijjah."
Menurut sesepuh, acara selamatan tumpeng sewu merupakan adat bersih desa yang biasa digelar setiap bulan haji dan selalu dilakukan oleh warga Desa Kemiren.
"Kalau ritual itu ditinggalkan, maka akan berdampak buruk kepada masyarakat Desa Kemiren, sehingga warga Osing menjaga tradisi itu hingga turun temurun."
Menurut cerita rakyat setempat, selamatan tumpeng sewu tersebut berawal dari cerita seseorang yang menjerit meminta tolong karena kesakitan dan warga yang mendengar jeritan tersebut spontan mencari orang yang minta tolong.
Warga yang menjerit tersebut adalah Mbah Ramisin yang sedang kesurupan, kemudian Mbah Ramisin mengaku bahwa dirinya adalah Buyut Cili (tetua adat Desa Kemiren) yang meminta warga desa setempat melakukan selamatan satu tahun sekali.
"Dalam acara selamatan itu, warga juga berdoa agar warga Desa Kemiren dijauhkan dari segala bencana, dan sumber penyakit karena ritual tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala" .
Dalam acara tumpeng sewu tersebut, warga Osing setempat duduk lesehan di sepanjang jalan dengan mengunakan penerangan obor dan makanan yang dihidangkan berupa nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauk khas suku Osing yakni pecel ayam.
Berdasarkan keterangan dari sesepuh adat Desa Kemiren, dikatakan ritual tumpeng sewu merupakan ritual turun temurun suku Osing di Desa Kemiren sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa selama satu tahun.
"Tradisi tumpeng sewu juga dipercaya dapat menjauhkan warga desa dari malapetaka dan ritual itu sekaligus untuk menghormati datangnya bulan haji atau Dzulhijjah."
Menurut sesepuh, acara selamatan tumpeng sewu merupakan adat bersih desa yang biasa digelar setiap bulan haji dan selalu dilakukan oleh warga Desa Kemiren.
"Kalau ritual itu ditinggalkan, maka akan berdampak buruk kepada masyarakat Desa Kemiren, sehingga warga Osing menjaga tradisi itu hingga turun temurun."
Menurut cerita rakyat setempat, selamatan tumpeng sewu tersebut berawal dari cerita seseorang yang menjerit meminta tolong karena kesakitan dan warga yang mendengar jeritan tersebut spontan mencari orang yang minta tolong.
Warga yang menjerit tersebut adalah Mbah Ramisin yang sedang kesurupan, kemudian Mbah Ramisin mengaku bahwa dirinya adalah Buyut Cili (tetua adat Desa Kemiren) yang meminta warga desa setempat melakukan selamatan satu tahun sekali.
"Dalam acara selamatan itu, warga juga berdoa agar warga Desa Kemiren dijauhkan dari segala bencana, dan sumber penyakit karena ritual tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala" .
Dalam acara tumpeng sewu tersebut, warga Osing setempat duduk lesehan di sepanjang jalan dengan mengunakan penerangan obor dan makanan yang dihidangkan berupa nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauk khas suku Osing yakni pecel ayam.
No comments:
Post a Comment